Kamis, 29 Desember 2011

Selepas kita mati, apa akan jadi pada akaun Facebook kita?


mari kita renung-renungkan bersama fikir-fikirkan bersama jika satu hari nanti kita mati, akaun facebook ini hanya kita yang tahu password hanya kita yang boleh access.. dan selepas kita mati.. apa yang jadi pada akaun fb kita? mungkin ada yang akan ucapkan takziah mungkin ada yang selalu menjenguk bagi mengubat rindu tetapi.. sedarkah kita gambar-gambar kita.. akan terus membuatkan kita terseksa di alam kubur? gambar-gambar yang tidak ditutupi aurat dengan sempurna macam mana nanti?

lelaki ajnabi terus-terusan tengok dalam masa yang sama, tiada siapa yang boleh deletekan gambar kita.. walau sudah bertahun-tahun kita mati, gambar itu terus ada.. saham dosa terus meningkat.. macam mana? pernah terfikir tak? tudung singkat yang dipakai tu, akan selamatkan kita dalam kubur nanti? legging dan jeans ketat, boleh selamatkan kita? baju yang membalut aurat itu, bagaimana? mungkin kini kita masih merasa tak sabar nak berkongsi cerita dengan gambar-gambar yang cantik tempat-tempat yang kita dah lawati di muka bumiNya tapi di akhirnya nanti.. semua itu tidak akan membawa erti semuanya hanya tinggal kenangan bagi yang masih hidup di alam kubur, semua itu tidak sedikit pun boleh menyelamatkan kita..

cuba kita renung-renungkan, saham dosa yang terus meningkat walau setelah ketiadaan kita di muka bumi sehingga hari akhirat tutupilah auratmu sebelum auratmu ditutupkan peliharalah dirimu sebelum dirimu dikapankan~ jagalah maruah diri sebagai seorang muslimah mati itu pasti persiapkan diri untuk mati itu perlu..

moga Allah redha dengan perkongsian ini amin~ renung-renungkan da selamat beramal :)


P/s: Sebar-sebarkan. Semoga Bermanfaat.
Sumber : layar minda



Senin, 26 Desember 2011

Apakah Musafir Wajib Melaksanakan Shalat Jum'at


Pertanyaan: Saya seorang musafir. Saya sampai ke kota yang kutuju pada hari Jum'at, saat itu shalat Jum'at sedang berlangsung dan imam sedang berkhutbah. Lalu saya pergi ke penginapanku dan melaksanakan shalat Dzuhur di sana. Bagaimana hukum dalam masalah ini?


Jawab: Shalat Jum'at tidak wajib atas musafir dan tidak mengharuskannya untuk menghadirinya. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari madhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Mereka berhujah dengan beberapa dalil yang secara keseluruhannya telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa (24/178-179), "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan banyak perjalanan (safar), beliau juga pernah melakukan beberapa kali umrah selain umrah hajinya, menunaikan haji wada' yang disertai ribuan orang, dan berangkat perang lebih dari 20 kali. Namun, tidak ada seorangpun yang menukil ketarangan bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat Jum'at dan shalat 'Ied saat dalam safarnya. Bahkan, riwayat menyebutkan kalau beliau menjama' (mengumpulkan) dua shalat -Dhuhur dan 'Ashar- di seluruh perjalanan beliau. Begitu juga saat hari Jum'at, beliau shalat dua raka'at, sama seperti hari-hari lainnya.


Tidak ada seorangpun juga yang menukil keterangan bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam, saat bersafar, berkhutbah pada hari Jum'at sebelum shalat, baik dengan berdiri atau duduk di atas kendaraannya sebagimana yang biasa dilakukannya dalam khutbah Ied, tidak pula di atas mimbar sebagaimana yang biasa dilakukan beliau saat khutbah Jum'at.

Kadang-kadang beliau berkhutbah kepada mereka di tengah-tengah safar dengan khutbah yang mengesankan, dan mereka menukilkannya (meriwayatkannya).

Tidak seorangpun jua yang pernah meriwayatkan bahwa beliau berkhutbah pada hari Jum'at sebelum shalat dalam safarnya. Bahkan, tak seorangpun yang pernah meriwayatkan bahwa beliau menjaharkan (mengeraskan) bacaan shalat pada hari Jum'at, padahal sudah maklum ketika beliau merubah kebiasaan mengeraskan bacaan dan berkhutbah, pasti mereka meriwayatkan hal itu. Pada hari Arafah, beliau berkhutbah kepada mereka kemudian turun lalu shalat dua rakaat bersama mereka. Tidak seorangpun yang meriwayatkan bahwa beliau menjaharkan bacaan dan khutbah tersebut juga bukan untuk Jum'atan.

Kalau sendainya khutbah tersebut sebagai khutbah Jum'at pastinya beliau juga berkhutbah pada hari lain di mana mereka juga berkumpul. Sungguh khutbah beliau itu sebagai nusuk (bagian dari ibadah haji). Karenanya, semua ulama muslim menetapkan adanya khutbah Arafah walaupun bukan hari Jum'at. Berdasarkan riwayat yang mutawatir ini, maka ditetapkan bahwa khutbah beliau tersebut karena hari Arafah, walau bukan pas hari Jum'at, bukan karena hari Jum'atnya."

Maksud semua ini adalah bahwa musafir diwajibkan untuk melaksanakan shalat Dhuhur. Jika dia ikut shalat Jum'at maka sudah mencukupinya sehingga tidak perlu lagi shalat Dhuhur. Ini merupakan kesepakan para ulama



Adapun musafir, jika berniat tinggal di suatu negeri yang di sana didirikan shalat Jum'at, maka sebagian fuqaha' madhab Hambali berpandangan bahwa dia harus melaksanakan shalat Jum'at dikarenakan yang lainnya bukan karena dirinya. Karena di antara syarat wajibnya Jum'atan, menurut mereka adalah sebagai penduduk tetap, sedangkan orang ini bukan sebagai penduduk tetap.

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (3/218) berkata, "Jika seorang musafir mengumpulkan waktu masa tinggalnya sehingga melarangnya melakukan qashar shalat, dan juga dia tidak disebut sebagai penduduk tetap suatu negeri, seperti penuntut ilmu, mujahid yang beribath, pedagang yang bermukim untuk menjual barang dagangannya atau membeli sesuatu yang tidak bisa dilakukan kecuali dalam waktu yang cukup lama, maka terdapat dua pendapat: Pertama, dia harus menunaikan shalat Jum'at berdasarkan keumuman ayat Al-Qur'an dan dalil-dalil yang telah kami riwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkannya kecuali kepada lima golongan yang dikecualikan. Dan ornag ini (musafir yang bermukim selama waktu yang melarang dirinya mengqashar shalat) tidak termasuk lima golongan di atas.

Kedua, dia tidak wajib menunaikan shalat Jum'at, karena dia bukan penduduk yang menetap. Sedangkan tinggal menetap menjadi salah satu syarat wajib shalat Jum'at. Selain itu, karena dia tidak berniat bermukim di negeri itu untuk selamanya sehingga dia serupa dengan penduduk pedalaman yang menempati suatu kampung selama musim panas dan berpindah pada waktu musim dingin. Dan karena mereka hanya tinggal setahun atau dua tahun, maka mereka tidak wajib shalat Jum'at dan shalat Ied." Wallahu a'lam.

(PurWD/voa-islam/islamway)

Minggu, 25 Desember 2011

Hukum Meletakkan Mushaf Al-Qur'an di Atas Lantai atau Sajadah


Assalamu ‘alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

Pada bulan Ramadlan biasanya semangat kaum muslimin untuk membaca Al-Qur’an meningkat. Namun, biasanya –boleh jadi karena kurang mengatahui adab terhadap Al-Qur’an- mereka sembarangan meletakkan mushaf, bahkan terkadang diletakkan di lantai atau di atas sajadah shalat. Apakah hal itu dibolehkan?

Wa’alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasullullah, keluarga dan para sahabatnya.

Bulan Ramadlan dikenal juga dengan syahrul Qur’an, bulan Al-Qur’an. Karena pada bulan tersebut pertama kali diturunkan Al-Qur’an, yaitu pada Lailatul Qadar, malam yang diberkahi.

Pada malam tersebut, Jibril 'alaihis salam datang menemui Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam untuk mendengarkan dan mengecek bacaan Al-Qur’an beliau. Karenanya antara Al-Qur’an dengan bulan Ramadlan memiliki kaitan yang kuat, tak bisa dipisahkan.

Memang sudah sewajarnya kalau kaum muslimin meningkatkan interaksinya dengan Al-Qur’an, baik dengan membacanya, menghafalnya, mengkajinya, dan mentadabburi isinya. Karenanya kita saksikan masjid-masjid dan rumah-rumah ahlul Islam ramai dan meriah dengan tilawah. Sehabis tarawih, sebagian jamaah tidak langsung pulang ke rumah. Mereka berkumpul di masjid untuk melakukan tadarrus Al-Qur’an, biasanya sampai khatam.

Dalam semangat membaca Al-Qur’an, terkadang memang kita dapatkan sebagian orang kurang perhatian terhadap mushaf. Mereka beranggapan itu hanya tulisan orang atau hasil produksi pabrik. Sehingga terkadang mushaf diletakkan sembarangan. Bahkan sampai sejajar dengan kaki, baik ditaruh di atas lantai atau sajadah. Benarkah sikap yang demikian itu?





Menghormati mushaf

Menghormati mushaf dan menjaganya wajib bagi setiap mukmin. Allah Ta’ala berfirman:


ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Al-Qur’an adalah kalamullah Ta’ala dan kitabnya yang Dia turunkan kepada Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sebagai petunjuk dan ayat. Dan di antara cara mengagungkannya adalah dengan menjaganya dari setiap yang mengotorinya dan menghinakannya. Para ulama telah menyebutkan larangan beberapa perkara dan merinci beberapa alasan karena hal itu sebagai bentuk peremehan dan menghina mushaf. Di antaranya, mereka membenci membelakangi mushaf, meletakan kaki sebanding dengannya, meletakkan buku-buku di atasnya, dan tindakan-tindakan serupa.

Sedangkan meletakkan mushaf di lantai bisa jadi termasuk meremehkannya, maka hal itu dilarang. Dan terkadang karena suatu kebutuhan, bukan meremehkan, maka boleh. Wallahu a’lam.

Oleh: Badrul Tamam

Bolehkah Seorang Muslim Meruqyah Orang kafir?


Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Terhadap sesama kaum muslimin, wajib memberikan loyalitas, kecintaan, menolong dan membela dalam menghadapi musuh-musuh agama. Sebaliknya, terhadap orang kafir, wajib berbara'. Yaitu memutus hubungan kecintaan dari mereka, tidak memberikan loyalitas, kecintaan, menolong dan membela mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya. Berbara' juga dengan tidak tinggal di negeri mereka dan tidak pula mengadopsi budaya dan tradisi yang menjadi identitas mereka.

Al-wala' dan al-bara' menjadi persoalan yang sangat penting dalam Islam karena menjadi bagian tuntutan tauhid. Seorang muwahhid wajib berloyal karena Allah dan memusuhi karena-Nya juga, mencintai karena Allah dan membenci karena-Nya. Seorang muwahhid (muslim) pastinya mencintai kaum muslimin, menolong dan membela mereka. Sebaliknya, ia mengikrarkan permusuhan terhadap orang kafir, membenci dan berlepas diri dari mereka.

Allah telah menerangkan kesimpulan di atas dalam beberapa firman berikut ini:

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ


"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang." (QS. Al-Maidah: 55-56)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim." (QS. Al-Maidah: 51)

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (QS. Al-Mujadilah: 22)

Dari beberapa ayat di atas nampak jelas akan wajibnya memberikan loyalitas kepada kaum mukminin dan tuntutannya berupa berbuat baik kepada mereka. Sebaliknya, wajib bermusuhan terhadap kaum kuffar dan haram memberikan loyalitas kepada mereka.

Namun dalam mempraktekkan al-wala' dan al-bara' tersebut tetap harus mengikuti petunjuk dan teladan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Karena mereka telah mempraktekkan keduanya dengan benar dan berada dalam bimbingan wahyu. Jika mereka salah, maka segeralah diturunkan ayat untuk meluruskan mereka atau Allah turunkan wahyu kepada Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk meluruskannya. Karenanya dalam berdien dan menjalankan perintah-perintah-Nya tidak bisa dilepaskan dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.

Bersikap bara' terhadap orang kafir bukan berarti tidak boleh sama sekali membantu urusan duniawi mereka, bermu'amalah dengan mereka, serta berbuat ihsan. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berbara' dari orang Yahudi, namun beliau masih bermu'amalah dengan mereka. Bahkan saat ada anak Yahudi yang biasa membantu beliau sedang sakit, beliau pun menjenguknya. Lalu beliau duduk di sebelah kepalanya dan mengajaknya masuk Islam. Maka masuk Islamlah anak tersebut setelah mendapat persetujuan dari bapaknya. (HR. Al-Bukhari)

Dalam al-Shahih juga disebutkan, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyewa Abdullah bin Uraiqith untuk menjadi pemandu dalam perjalanan hijrah beliau ke Madinah, padahal Abdullah saat itu bukan seorang muslim. Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi dengan satu sha' gandum. Beliau juga pernah memperkerjakan seorang Yahudi untuk menimbakan air dari sumur sebanyak 16 ember, setiap embernya diupah dengan satu kurma. Bermu'amalah dengan baik terhadap orang kafir ini tidaklah merusak al-wala' dan sikap bara' karena Allah, selama orang-orang kafir tersebut beradab yang baik dan tidak menyeru kepada agama mereka. (Disarikan dari Kitab Ushul al-Iman fi Dhau' al-Kitab wa al-Sunnah, hal. 268)

Di antara bagian berbuat baik dan berlaku ihsan kepada orang kafir adalah dalam masalah ruqyah. Syaikh Abdul Hayyi Yusuf dalam www.islamway.com saat ditanya tentang hukum seorang muslim meruqyah orang kafir, apakah boleh? Maka beliau menjawab sebagai berikut:

"Tidak apa-apa seorang muslim meruqyah seorang kafir berdasarkan keumuman dalil yang memerintahkan untuk berbuat ihsan (kebajikan). Dan dalil yang menunjukkan bahwa berbuat baik kepada setiap makhluk bernyawa terdapat pahalanya. Dan semoga orang yang kafir yang diruqyah itu menjadi muslim karena sebab ruqyah yang dibacakan padanya.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih keduanya, dari hadits Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu berkata: "Sejumlah sahabat Nabi melakukan safar (perjalanan) yang mereka tempuh hingga mereka singgah di sebuah kampung Arab. Mereka kemudian meminta penduduk kampung tersebut agar menjamu mereka namun penduduk kampung itu menolak.Tak lama setelah itu kepala suku dari kampung tersebut tersengat binatang berbisa.

Penduduknya pun mengupayakan segala cara pengobatan namun tidak sedikit pun yg memberikan manfaat untuk kesembuhan pemimpin mereka. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: “Seandainya kalian datangi rombongan yang tadi singgah di tempat kalian mungkin saja ada di antara mereka punya obat (yang bisa menyembuhkannya).”

Penduduk kampung itu pun mendatangi rombongan shahabat Rasulullah yang tengah beristirahat tersebut seraya berkata: “Wahai sekelompok orang! Pemimpin kami disengat binatang berbisa. Kami telah mengupayakan berbagai cara utk menyembuhkan sakitnya namun tidak satu pun yang bermanfaat. Apakah salah seorang dari kalian ada yang memiliki obat?”
Salah seorang shahabat menjawab: "Ya, demi Allah aku bisa meruqyah. Tapi, demi Allah, sungguh kami telah meminta dijamu, kalian tidak mau menjamu kami! Maka kami tak mau meruqyah untuk kalian sehingga kalian memberikan imbalan kepada kami." Mereka menyetujuinya dengan meberikan beberapa ekor kembing. Maka bergegaslah sahabat tadi (untuk meruqyah). Ia memulai menghembus nafas berserta sedikit ludah dari mulutnya dan membaca Alhamdulillahirabbil’alamin (surat Al-Fatihah). Detik itu juga si kepala kampung bisa berjalan, seolah tidak terkena apapun.
Merekapun memenuhi janjinya untuk memberi upah. Sebagian sahabat berkata, "Bagilah." Orang yang meruqyah menjawab, "Jangan lakukan kecuali setelah kita mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan menceritakan kejadian ini. Lalu kita lihat apa yang diputuskan Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam."
Sesampainya di depan Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam mereka bercerita. Beliaupun bersabda, "Dari manakah engkau mengetahui bahwa surat al-Fatihah adalah ruqyah (obat)?" Apa yang kalian lakukan benar, bagikan (kambing tersebut) dan beri aku bagian." sembari beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tersenyum".”
Dzahir dari hadits di atas, menurut Syaikh Abdul Hayyi, "Wallahu a'lam, sesungguhnya orang yang tersengat binatang berbisa tadi bukan seorang muslim. Oleh karena itu sahabat tadi meruqyahnya lalu ia sembuh dengan izin Allah." Wallahu Ta'ala a'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Apa Doa Saat Menempati Rumah Kontrakan Baru?


Assalam 'alaikum warohmatullah wabarokatuh

Adakah doa yang disunnahkan untuk dibaca saat menempati tempat tinggal baru? Saya dan keluarga sering berpindah-pindah tempat tinggal, karena kami masih mengontrak (belum punya rumah sendiri). Jazakumullah khairan.

Nur Laila - Bekasi

Wa'alaikum salam warohmatullah wabarokatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menganugerahkan kepada kita berbagai nikmat-nikmat-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Kami mengajak untuk tetap bersyukur atas karunia Allah dan nikmat-nikmat-Nya yang tak bisa dihitung satu persatunya karena saking banyaknya. Apapun kondisi kita, walau belum punya rumah sendiri, masih mendapatkan banyak nikmat, yang terbesar dan teraggung nikmat din (iman dan Islam). Terlebih kalau kita perhatikan, banyak orang yang untuk mengontrak saja tidak mampu, sehingga mereka lebih memilih tinggal di pinggir jalan, kolong jembatan, atau tempat lainnya. Dan semoga Allah memberikan kelapangan rizki sehingga bisa membeli rumah sendiri, karena salah satu unsur kebahagiaan hidup di dunia adalah memiliki tempat tinggal yang lapang.

Siapa yang menempati rumah baru, maka disunnahkan untuk berdoa saat memulai untuk menempatinya, yaitu:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

A'udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq

"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya." (Kandungan doa ini sudah dijelaskan pada tulisan: Doa Saat Singgah di Satu Tempat Dalam Perjalanan atau Lainnya)



Hal itu seperti yang diriwayatkan Imam Muslim, dari Khaulah binti Hakim Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: AKu mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

"Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia membaca: A'udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya) maka tak ada sesuatupun yang membahayakannya sehingga ia beranjak dari tempatnya tersebut." (HR. Muslim)

Hadits ini mencakup tinggal dengan niatan untuk meninggalkannya (mampir/singgah) seperti musafir (orang dalam perjalanan), begitu juga berlaku bagi orang yang menempati satu rumah untuk bermukim (tinggal) di situ, baik itu milik sendiri atau bukan.

Begitu juga dianjurkan untuk membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَ الْمَوْلَجِ وَخَيْرَ الْمَخْرَجِ بِسْمِ اللَّهِ وَلَجْنَا وَبِسْمِ اللَّهِ خَرَجْنَا وَعَلَى اللَّهِ رَبِّنَا تَوَكَّلْنَا

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikan rumah yang aku masuki dan kebaikan rumah yang aku tinggalkan, dengan menyebut Nama Allah aku masuk dan dengan menyebut nama Allah aku keluar dan kepada Allah, Rabb kami, kami bertawakkal." ((HR. Abu Dawud no. 4432, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. 3378. al-Albani mensahihkan sanadnya dalam as-Shahihah no. 225 dan dinilainya sahih dalam Sahih al-Jami’ no. 839, namun dilemahkan olehnya dalam Dha’if Sunan Abi Dawud no. 1086, sedangkan Abdul Qadir al-Arna’uth menghasankannya, sebagaimana dalam Raudhat al-Muhadditsin no. 4579. Disebutkan juga oleh Imam Nawawi dalam Al-Adzkarnya, no. 58, beliau mengatakan sebagai hadits hasan)

Atau membaca basmalah (Bismillah) saat memasukinya, seperti yang ditunjukkan oleh hadits berikut:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

"Dari Jabir bin Abdullah bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila seseorang hendak masuk rumahnya kemudian dia berzikir kepada Allah ketika masuk dan ketika akan menyantap makanan maka syaitan akan mengatakan -kepada pengikutnya-, ‘Kalian tidak bisa tidur di sini dan tidak pula mendapatkan bagian makanan’. Kemudian apabila dia memasuki rumahnya namun tidak berzikir kepada Allah ketika masuknya maka syaitan akan berkata, ‘Kalian bisa menginap malam ini’. Dan apabila dia tidak berzikir kepada Allah ketika menyantap makanan maka syaitan akan mengatakan, ‘Kalian bisa menginap dan makan di sini.’.” (HR. Muslim)

Hanya saja kedua dzikir/doa di atas tidak khusus saat memasuki rumah untuk pertama kali, tapi dibaca oleh seseorang setiap ingin memasuki rumanya sesudah bepergian. Juga dianjurkan untuk membacakan Al-Qur'an di rumah tersebut, khususnya surat al-Baqarah untuk mengusir syetan dan melindungi rumah dari gangguan mereka.

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

"Jangan kadikan rumah kalian seperti kuburan, sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan surat al-Baqarah di dalamnya."

Semua yang dijelaskan di atas tidak ada bedanya, baik rumah tersebut miliknya sendiri atau bukan seperti ngontrak, menyewa, dipinjami. Wallahu a'lam.

Oleh: Ust. Badrul Tamam
[PurWD/voa-islam.com]

Jika Imam Qunut Shubuh, Sementara Makmum Meyakininya Bukan Sunnah

Pertanyaan:

Saya termasuk orang yang memahami bahwa qunut subuh itu tidak disyariatkan. Namun, saat saya di rumah orang tua yang berbeda daerah, masyarakatnya meyakini qunut subuh sangat-sangat diperintahkan, bahkan sebagiannya menjadikannya seperti rukun. Sebabnya, karena ada sebagian dari mereka, jika bermakmum kepada orang yang tidak qunut, ia mengulangi shalatnya. Maka untuk menjaga dari fitnah, jika saya shalat di masjid tempat orang tua saya tadi maka saya ikut mengangkat tangan untuk berqunut bersama jama'ah. Apakah keputusan saya ini benar?


Irawan - Bekasi 
Jawaban:

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Pada dasarnya kebenaran Islam itu ada pada Al-Qur'an dan as-Sunnah. Maka wajib atas kaum muslimin secara keseluruhan berpegang teguh dengan keduanya, tidak fanatik kepada pribadi imam atau mazhab tertentu. Karena Allah telah memerintahkan untuk kembali kepada Al-Kitab dan al-Sunnah saat terjadi perselisihan. Allah Ta'ala berfirman,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir." (QS. Al-Nisa': 59)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Tak ada seorangpun dari kaum muslimin yang harus beraklid kepada ulama tertentu dalam setiap apa yang dikatakannya. Dan juga tidak ada kewajiban atas salah seorang dari kaum muslimin untuk iltizam kepada mazhab orang tertentu dalam setiap yang diwajibkan dan diberitakan olehnya, selain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Bahkan setiap orang bisa diterima ucapannya dan bisa juga ditinggalkan kecuali Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam." (Majmu' Fatawa: 20/209)

Sesungguhnya mengikuti seseorang untuk komitmen pada mazhab tertentu karena kelemahannya untuk memahami urusan syar'i dari jalur lain, maka ini dibolehkan baginya. Berbeda dengan yang memiliki kemampuan, maka ia tidak boleh hanya taklid pada madhab tertentu. Tetapi ia harus bertakwa kepada Allah semampunya, menuntut ilmu tentang perintah Allah dan Rasul-Nya, serta mengerjakan perintah-perintah tersebut dan meninggalkan larangan keduanya.

Hukum Qunut Shubuh

Hukum qunut dalam shalat Shubuh, sebenarnya sudah maklum menjadi persoalan yang diperselisihkan di kalangan ulama. Pendapat Imam Malik mengatakan menganjurkannya sebelum ruku' pada rakaat kedua. Pendapat Imam Syafi'i menyatakan sunnah sesudah ruku pada rakaat kedua. Sementara pendapt Imam Abu Hanifah dan Ahmad menyelisihi keduanya, qunut Shubuh tidak disunnahkan, bahkan Imam Abu Hanifah secara terang-terangangan menyebutnya sebagai perkara bid'ah.

Pendapat yang benar, qunut Shubuh tidak disunnahkan secara terus-menerus. Qunut disunnahkan dalam kasus-kasus tertentu yang dikerjakan pada shalat Shubuh dan shalat-shalat lainnya. Adapun riwayat yang menghususkan qunut Shubuh atau menyatakan sunnahnya merutinkan qunut Shubuh: tidak ada yang shahih. Jadi, tidak disyariatkan qunut shubuh secara terus-menerus.

Jika Mengimami Jama'ah yang Qunut

Dari uraian di atas, qunut shubuh termasuk khilafiyah. Maka jika seseorang sudah mengambil satu kesimpulan yang dianggapnya benar, tetap harus bertoleransi kepada yang mengambil kesimpulan berbeda dengannya. Maka jika seorang imam tahu kalau jamaahnya belum menerima kalau qunut Shubuh ditinggalkan, seperti pula jika mereka belum bisa menerima beberapa amal sunnah dan mustahabbah untuk ditegakkan, maka hendaknya ia mengamalkan sunnah-sunnah sebatas yang mampu ditegakkanya dengan terus bersikap lemah lembut kepada mereka sehingga membawa mereka kepada sunnah dengan bertahap. Hal ini didasarkan kepada firman Allah Ta'ala, "Maka bertakwalah kepada Allah semampu kalian." (QS. Al-Taghabun: 16). Teruslah ia mengajarkan sunnah dengan pelan-pelan, halus dan lebut, serta bertahap dalam menegakkannya. Sedangkan amal-amal sunnah yang sudah bisa ditegakkanya tidak menjadi gugur karena beberapa kekurangannya dalam sebagian amal sunnah lainnya baik yang bersifat qauliyah maupun fi'liyah.

Tidak termasuk sikap bijak dan syar'i, jika karena masalah khilafiyah ini lalu tidak mau shalat bersama jama'ah. Ditakutkan nantinya jamaah akan mengangkat imam lain yang jahil dan banyak membuat tatacara ibadah baru diluar yang khilafiyah.

Maka dianjurkan bagi seorang imam untuk mengerjakan sebagian persoalan khilafiyah yang tidak sesuai dengan yang menurutnya lebih rajih, jika di dalamnya terdapat satu upaya untuk mendekatkan umat pada dakwahnya. Syaikhul Islam rahimahullah berkata, "Dan disunnahkan menjaharkan Basamalah untuk menta'lif (pendekatan kepada jama'ah) sebagaimana yang dianjurkan oleh Imam Ahmad untuk meninggalkan qunut witir untuk menta'lif makmum." (Al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyyah: 50)

Jika Bermakmum Kepada Imam yang Qunut

Jika bagi imam tetap dianjurkan untuk memimpin shalat manusia dengan amalan ijtihadiyah yang dipegang mereka, -walau berbeda dengan apa yang disimpulkannya dalam persoalan ijtihadiyah demi kemashlahatan syar'i -, maka bagi makmum lebih ringan. Shalatnya di belakang orang berbeda kesimpulan dalam persoalan ijtihadiyah adalah lebih baik. Apalagi kalau jelas ada kemashlahatan syar'i yang terealisir seperti untuk kerukunan, persatuan, dan semisalnya. Apalagi kalau tidak maunya shalat dibelakang imam tadi menyebabkannya tidak bisa ikut berjama'ah terus-menerus. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Dan kalaupun imam meninggalkan satu rukun yang diyakini makmum dan tidak diyakini imam: sah shalatnya (makmum) di belakang imam itu. Ia adalah satu dari dua riwayat dari Imam Ahmad, Madhab Malik, dan yang dipilih oleh al-Maqdisi."

Beliau berkata lagi, "Kalau seorang imam mengerjakan keharaman yang diyakini makmum yang boleh berijtihad di dalamnya: maka sah shalat di belakangnya, dan ia adalah pendapat yang masyhur dari Ahmad,' (Selesai dari Al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyyah: 70)

Oleh karena itu, bagi makmum sebaiknya mengikuti imam dalam persoalan yang boleh berijtihad. Jika imam qunut, maka ia qunut bersamanya. Dan jika tidak qunut, maka ia juga tidak qunut. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ


"Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud) Beliau juga bersabda, "Janganlah kalian selisihi imam-imam kalian." Terdapat dalam Shahih al-Bukhari, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

“Shalatlah bersama mereka. Jika mereka benar, maka (pahalanya) untuk kalian dan mereka. Jika mereka salah, maka pahalanya untuk kalian (dan) dosanya untuk mereka.” (Lihat: Majmu' Fatawa: 23/115-116)

Maka tidak boleh seseorang ragu dan meninggalkan shalat di belakang orang yang melaksanakan qunut Shubuh dan yang berbeda kesimpulan dengannya dalam perkara ijtihadiyah. Sesungguhnya orang yang meninggalkan berjama'ah hanya karena perkara ini ia telah menyalahi al-Kitab, al-Sunnah dan ijma' para sahabat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya, "Apakah sah shalat seorang makmum yang bermakmum di belakang Imam yang berbeda mazhabnya?" Beliau menjawab,

وأما صلاة الرجل خلف من يخالف مذهبه : فهذه تصح باتفاق الصحابة والتابعين لهم بإحسان ، والأئمة الأربعة ، ولكن النزاع في صورتين‏ :‏

إحداهما‏ :‏ خلافها شاذ ، وهو ما إذا أتي الإمام بالواجبات كما يعتقده المأموم ، لكن لا يعتقد وجوبها مثل التشهد الأخير إذا فعله من لم يعتقد وجوبه ، والمأموم يعتقد وجوبه ، فهذا فيه خلاف شاذ‏ ،‏ والصواب الذي عليه السلف وجمهور الخلف : صحة الصلاة‏ .‏

والمسألة الثانية ‏:‏ فيها نزاع مشهور ، إذا ترك الإمام ما يعتقد المأموم وجوبه مثل أن يترك قراءة البسملة سرّاً وجهراً ، والمأموم يعتقد وجوبها‏ ،‏ أو مثل أن يترك الوضوء من مس الذكر ، أو لمس النساء ، أو أكل لحم الإبل ، أو القهقهة ، أو خروج النجاسات ، أو النجاسة النادرة ، والمأموم يرى وجوب الوضوء من ذلك ، فهذا فيه قولان :‏ أصحهما : صحة صلاة المأموم ، وهو مذهب مالك ، وأصرح الروايتين عن أحمد في مثل هذه المسائل ، وهو أحد الوجهين في مذهب الشافعي ، بل هو المنصوص عنه‏ ، فإنه كان يصلي خلف المالكية الذين لا يقرؤون البسملة ، ومذهبه وجوب قراءتها‏ ،‏ والدليل على ذلك : ما رواه البخاري وغيره عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال‏ :‏ ‏" ‏يصلون لكم فإن أصابوا فلكم ولهم ، وإن اخطؤوا فلكم وعليهم‏ "‏ فجعل خطأ الإمام عليه دون المأموم

"Adapun shalat seseorang dibelakang orang yang berbeda mazhab adalah sah berdasarkan kesepakatan para sahabat dan yang mengikuti mereka dalam kebaikan serta empat Imam. Namun pertentangan terjadi pada dua kasus: Pertama, perbedaannya itu ganjil yaitu jika seorang imam melakukan perbuatan yang wajib seperti apa yang diyakini oleh makmum namun ia tidak meyakini bahwa perbuatan tersebut adalah wajib. Misalnya Tasyahud akhir jika dilakukan oleh orang (imam) yang tidak meyakini kewajibannya sementara makmum meyakininya sebagai kewajiban. Inilah perbedaan yang ganjil. Yang benar sesuai dengan pendapat salaf dan jumhur sahabat adalah sahnya shalat tersebut.

Masalah kedua, terdapat perbedaan yang masyhur jika seorang Imam meninggalkan perbuatan yang diyakini kewajibannya oleh makmum. Misalnya Imam meninggalkan membaca bismillah sedangkan makmum meyakininya sebagai kewajiban. Atau Imam tidak berwudhu karena menyentuh kemaluan, menyentuh wanita, makan daging unta, tertawa keras, keluar banyak najis, atau najis yang jarang sedangkan makmum menganggap wajib berwudhu. Dalam hal ini ada dua pendapat: yang paling sahih adalah sahnya shalat makmum dan itu merupakan mazhab malik dan merupakan pendapat yang paling tegas diantara dua pendapat dari Imam Ahmad pada masalah-masalah seperti ini. Ini juga merupakan salah satu dari dua pendapat di dalam mazhab Syafi'i bahkan yang manshush dari Imam Syafi'i. Sesungguhnya beliau pernah shalat di belakang penganut mazhab Maliki yang tidak membaca Bismillah sedangkan mazhab beliau mewajibkannya. Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh al Bukhari dan lainnya dari Nabi Shallallaahu alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Shalatlah bersama mereka. Jika mereka benar, maka (pahalanya) untuk kalian dan mereka. Jika mereka salah, maka pahalanya untuk kalian (dan) dosanya untuk mereka”. Beliau menjadikan kesalahan Imam sebagai tanggungan Imam sendiri berbeda dengan makmum." (Majmu' Fatawa: 23/378-379)

Al-Bahuti dalam al-Raudh al-Murbi' berkata, "Siapa yang bermakmum kepada orang yang qunut dalam shalat Shubuh, maka ia mengikuti imam dan mengaminkan." Maksudnya: Mengikutinya dalam doanya." (Hasyiyah al-Raudh: 1/220)

Ulama Lajnah Daimah berkata, "Malik menganjurkan qunut pada rakaat terakhir dari shalat Shubuh sebelum ruku'. Dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa qunut adalah sunnah sesudah ruku' pada rakaat terakhir dari shalat Shubuh. Dan ada sekumpulan ulama salaf dan khalaf yang berpendapat seperti itu. Mereka berdalil dengan hadits al-Bara' dan yang semisalnya. Dan dijawab, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakannya pada nawazil (kasus/musibah yang menimpa umat Islam) saja lalu meninggalkannya. Hadits tersebut tidak menghususkan qunut pada shalat Shubuh, bahkan menunjukkan pensyariatannya pada shalat Maghrib dan Shubuh saat terjadi musibah. Beberapa hadits lain menunjukkan keumumannya (dikerjakan) pada semua shalat fardhu. Sedangkan mereka menghususkan qunut pada shalat Shubuh dan berpendapat dikerjakan terus menerus.

Mereka juga berdalil dengan riwayat, "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa melakukan qunut pada shalat Shubuh sampai beliau wafat." Dijawab: Redaksi ini disebutkan di beberapa hadits, tapi statusnya dhaif. Karena dia berasal dari jalur Abu Ja'far al-Raazi, di mana Abdullah bin Ahmad berkata tentangnya, "Tidak kuat (hafalannya)." Ali al-Madini berkata, "dia kacau hafalannya." Amru bin Ali al-Fallash berkata, "orang jujur namun buruk hafalannya." Ada beberapa orang yang mengambil riwayat darinya yang juga mengambil riwayat dari para imam lain karena rekomendasi sebagian dari ulama jarh wa ta'dil terhadap Abu Ja'far al-Razi dan adanya beberapa penguat dari beberapa hadits lain. Tetapi dalam sanad hadits penguat tadi terdapat Amru bin 'Ubaid al-Qadari, ia bukan hujah.

Pada intinya, menghususkan shalat Shubuh dengan qunut termasuk masalah khilafiyah dan ijtihadiyah. Maka siapa shalat di belakang imam yang qunut pada shalat Shubuh saja sebelum ruku' atau sesudahnya, maka mendaknya mengikutinya, walaupun yang kuat adalah mengerjakan qunut pada semua shalat fardhu saat terjadi musibah saja. (Syaikh Abdurrazaq 'Afifi, Syaikh Abdullah bin Ghadiyan, Syaikh Abdullah bin Manii', "Fatawa al-Lajnah al-Daimah: 7/42-45)

Kesimpulan
Dari penjelasan tentang qunut shubuh di atas, maka sikap dan keputusan yang diambil penanya sudah benar. Apalagi kalau pilihan tersebut didasarkan untuk menghindari fitnah antar sesama muslim. Sesungguhnya masalah ini adalah masalah khilafiyah, sejak zaman dahulu ulama sudah berbeda pendapat tentangnya. Oleh karena itu perselisihan terhadap persoalan ini janganlah dibesar-besarkan, apalagi sampai merusak ukhuwah islamiyah. Karena rusaknya hubungan sesama muslim itu lebih besar daripada, -seandainya salah- dalam mengambil ijtihad ini. Walau demikian, bagi pribadi hendaknya terus mencari yang lebih benar untuk diambil dan diamalkan. Namun tidak boleh sampai pada tahap merasa paling benar dan menyalah-nyalahkan pada pihak lain yang berbeda pendapat dalam persoalan ijtihad ini. Apalagi sampai mengklaim shalatnya tidak sah dan tidak diterima oleh Allah Ta'ala.

Dalam kitab Maa Laa Yasa’ al-Muslima Jahluhu, hal. 127 disebutkan salah satu prinsip dalam berislam, "Kita juga meyakini bahwa persoalan-persoalan ijtihadiyah –yaitu setiap persoalan yang tidak memiliki dalil tegas yang ditunjukkan oleh nash atau ijma yang shahih- bukan termasuk pengikat al-wala’ dan bara’. Orang yang berbeda pendapat dalam masalah ini, tidak boleh dikucilkan. Sementara sikapnya tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk mencela status agama, selama sikapnya tersebut bersumber dari ijtihad atau taklid yang dibenarkan.

Jama’ah (persatuan) kaum muslimin tidak boleh terpecah hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’iyah ini. Walaupun hal ini tidak boleh menjadi halangan bagi seseorang untuk melakukan penelitian ilmiah dalam masalah ini, dengan harapan mendapatkan kebenaran hakiki. Tetapi dengan catatan jangan sampai menimbulkan debat kusir dan fanatisme." Hadanallahu Waiyyakum Ajma'in. [PurWD/voa-islam.com]

Oleh: Badrul Tamam

Sumber: Voa Islam

Jumat, 23 Desember 2011

Ringkasan Materi Tasqif Desember Fenomena Alam Ghaib dan Jin dalam Perspektif Ahlussunnah wal Jama'ah


Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata : “Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian & bukan berarti aku orang yg terbaik di antara kalian, bukan pula orang yg paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yg sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat. (Mawai’zh lilImam Al-Hasan Al-Bashri, hal.185 )

Mengapa Harus dalam Pandangan Ahlussunnah wal Jama’ah

1. Alam ghaib dalam pandangan TV, dunia perdukunan, aliran-aliran sesat dan neo mu’tazilah, semua memiliki pandangan sesuai aqidah yang mereka yakini
2. Menurut pandanga Islam, Rasulullah, Sahabat dan Tabi’in. mereka yg dimaksudkan Rasulullah :
حدثنا عبد الله بن إدريس عن أبيه عن جده عن جعدة بن هبيرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم 
خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم الآخر أردى
Sebaik-baik manusia adalah pada masaku kemudian setelahnya dan setelahnya.
Rasulullah juga memerintahkan:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة"

Kenapa materi ini di angkat/bahas
1. Saat panitia menawarkan tema ini kepada saya, saya sambut dangan baik. Karena berapa bulan terakhir banyak akhwat yang datang menemui kami dan minta untuk di ruqyah.
2. Karena berita tentang alam yang satu ini telah banyak mengecoh ummat manusia dari kebenaran yang haq.
Sebagai contoh : Memindahkan penyakit ke lembu, kambing atau ayam
3. Film-film, Sinetron-sinetron semua menggambarkan alam ghaib dan alam jin

Kenapa kita harus percaya kepada yang Ghaib
1. Beriman kepada yang ghaib, pondasi Ad Dinul Islam
الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلاة ومن مارزقناهم ينفقون
Yang di maksud ghoib adalah iman kepada malaikat, cerita-cerita sebelumnya dan sesudahnya, alam akhir, dan juga kita harus beriman bahwa jin itu ada.
2. Iman kepada Allah Khiorihi wa Syarrihi. Apapun yg terjadi dalam diri kita tidak lepas dari Taqdir Allah, Allah Subhanahu wata’ala berfirman
وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ الآية
Mereka tidak dapat mencelakai seorangpun dari sihirnya kecuali dg izin Allah

3. Sabar atas taqdir-taqdir Allah itu kunci dalam menyelesaikan sesuatu

Jin adalah mahluq yang biasa sehingga kita tak perlu takut dan menggambarkan jin dengan mahluq yang aneh-aneh
1. Allah berfirman dalam surah Al A’rof ayat 27
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.

Kesimpulan Ayat:
1. Yang namanya syaitan tidak ada yang benar, kerjanya memfitnah dan menjerumuskan kita kedalam neraka
2. Kita tidak bisa melihat jin dalam kondisi apapun. Syeikh At Toyyar mengatakan : Kalau tidak dalam bentuk aslinya kita bisa melihatnya.
3. Apapun bentuk kerjasama dengan jin merupakan tanda-tanda keimanan sudah mulai pergi dari orang tersebut. Syeikh Abu Bakar Al Jazaairi mengatakan :
إن الخنَ حتى الصالحين منهم لأقلَّ وأدنىَ كرامةً وشرفاً من الإنسِ
Sesungguhnya jin walaupun tingkatannya paling sholeh di antara mereka, lebih rendah lebih terhina di banding manusia.

Apalagi Allah telah berfirman dalam Surah Al Isra’ ayat 70 :
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Melalui ayat ini sangat jelas bahwa tidak ada kesempatan bagi kita untuk menghormati atau meng-agungkan atau memuja jin. Maka setiap bantuan tidak mungkin kecuali di dalamnya mengandung unsur dosa. Allah berfirman: (Surah Al Jin ayat 6)
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.


Arti Jin
Kenapa dikatakan jin?
Janna yajinnu artinya istataro tertutup/terhalang oleh pandangan manusia karena tidak nampak. Surga dikatakan Jannah karena saking rindangnya pohon di taman, menutupi rumah2 yg ada disana tidak mudah untuk dilihat. Tameng orang yg berperang di sebut Junnah karena tempat bersembunyinya pasukan. Ashshiyamu Junnah puasa adalah perisai. Dan orang yang gila di sebut Majnun karena akal sehatnya tertutupi, tidak sadar lagi. Makanya malam yang gelap gulita menutupi semua warna warni disebut Jannallailu.

Asal usul Jin (Al Hijr 26-27)
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.


Jin telah di ciptakan sebelum Manusia

 Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.


Pembagian Kelompok Jin
Dalam Hadits Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang di riwatkan oleh Imam At Tabrani dalam Al Mu’jamul Kabiir, Al Haakim di dalam Al Mustadrak Alshsohihain, dan juga Imam Al Baihaqi fil asma wa sifat bi isnaadin shohih.


الجن ثلاثة أصناف 
أخبرني أحمد بن محمد العنبري ، ثنا عثمان بن سعيد ، ثنا عبد الله بن صالح ، ثنا معاوية بن صالح ، عن أبي الزاهرية ، عن جبير بن نفير ، عن أبي ثعلبة الخشني رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : " الجن ثلاثةُ أصناف صنف لهم أجنحة يطيرون في الهواء ، وصنف حيّاتٌ وكِلاب ، وصنف يحِلُّونَ ويَظْعَنُون " . " هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه .

1. يطيرون في الهواء (Jin bangsa terbang di luar angkasa)

2.
وصنف حيّاتٌ وكِلاب (Kelompok ular dan anjing)
Dari Abu as-Sa’ib, maula Hisyam bin Zahrah bahwa ia menjenguk Abu Sa’id al-Khudri di rumahnya. Aku dapati ia sedang shalat. Maka aku pun duduk menunggunya. Setelah selesai shalat aku mendengar suara di salah satu tiang di atap rumah. Aku melihatnya ternyata seekor ular. Maka aku pun bangkit hendak membunuhnya. Abu Sa’id mengisyaratkan agar aku duduk kembali. Aku pun duduk. Setelah keluar beliau menunjuk sebuah rumah. Beliau bertanya, “Apakah engkau melihat rumah itu?” “Ya!” jawabku. Beliau bercerita, “Dahulu di rumah itu tinggallah seorang pemuda yang baru saja menikah. Maka kami pun berangkat bersama Rasulullah ke peperangan Khandaq. Pemuda itu meminta izin kepada Rasulullah untuk kembali ke rumah pada tengah hari. Rasulullah mengizinkannya dan berkata kepadanya, ‘Bawalah senjatamu, aku takut engkau dihadang oleh Yahudi Bani Quraizhah’ Maka pemuda itu pun membawa senjatanya. Kemudian ia kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah ia dapati isterinya berdiri di depan pintu rumahnya. Maka ia pun menyerbu ke arah isterinya untuk memukulnya dengan tombaknya. Ia telah terbakar rasa cemburu. Si isteri berkata kepadanya, ‘tahan dulu tombakmu terhadapku! Masuklah ke dalam rumah supaya engkau dapat melihat apa yang menyebabkan aku keluar rumah.’ Maka pemuda itu pun masuk ke dalam rumah ternyata ia dapati ular besar melingkar di atas tempat tidurnya. Maka ia pun menyerangnya dengan menusukkan tombaknya. Kemudian ia keluar dan menancapkan ular itu pada tombaknya lalu ular itu menggeliat dari ujung tombak dan menyerangnya, tidak diketahui siapakah yang lebih dahulu mati apakah ular itu atau pemuda tadi. Kami pun menceritakan peristiwa itu kepada Rasulullah kami berkata, ‘Mintalah kepada Allah agar Dia menghidupkannya kembali untuk kami.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Mintalah ampunan untuk Sahabat kalian ini.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kota Madinah ini dihuni oleh jin-jin yang telah masuk Islam. Jika kalian melihat ular, maka usirlah selama tiga hari. Jika masih terlihat setelah itu, maka bunuhlah karena ia adalah syaitan’,” (HR Muslim).


3. وصنف يحِلُّونَ ويَظْعَنُون (Kelompok yang berkaki dua dan berkaki empat/ternak)
قال شيخ الإسلام ابن تيمية: والجن يتصورون في صور الإنس والبهائم فيتصورون في صور الحيوانات والعقارب وغيرها وفي صور الإبل والبقر والغنم والخيل والبِغال والحمير وفي صور الطير وفي صور بني آدم كما أتى الشيطان قريشاً في صورة سراقة بن مالك لما أرادوا الخروج إلى بدر، وكما روى أنه تصور في صورة شيخ نجدي لما اجتمعوا بدار الندوة
Jin pernah mendatangi kaum musyrikin dalam wujud Suraqah bin Malik untuk menjanjikan kemenangan bagi mereka. Demikian pula, sejumlah sahabat, di antaranya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, pernah didatangi mereka dalam wujud orang tua yang ingin mencuri zakat yang sedang dijaganya. Mereka dapat beralih rupa menjadi unta, keledai, sapi, anjing atau kucing. Seringnya mereka berubah bentuk menjadi anjing hitam dan kucing. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan, bahwa lewatnya anjing hitam di depan orang yang shalat memutuskan shalat orang itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan sebabnya


Apakah jin mendapatkan beban syari’at...?

QS. Adz Dzariat 56
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

QS. Al Ahqof 29
Dan (Ingatlah) ketika kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, Maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". ketika pembacaan Telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.

QS. Al Jin 11
Dan Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.


Apakah jin bisa kawin dengan manusia
قال شيخ الإسلام: وقد يتناكحُ الإنسُ والجنُ ويولَدُ بينَهُمَا ولدٌ وهذا كثير معروفٌ، وقد ذكر العلماء سر ذلك وتكلموا عليه، وكره أكثر العلماء مناكحة الجن.. انتهى.
وقد ذكر في التاريخ أن بعض الجن حملت من الإنس فقد ذكروا أن بلقيس أمها جنية، والمسألة على كل ليس عندنا دليل قاطع فيها والاحتمال وارد.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : telah menikah manusia dan jin dan lahir dari keduannya anak dan hal ini diketahui dan banyak terjadi. Dan para ulama telah menyebutkan rahasia ini dan telah berbicara tentangnya.

Tempat-tempat jin
1. الفلوات والصحاري
Tanah Lapang, lembah-lembah, lereng-lereng, gunung-gunung
Bila kalian memasuki daerah baru maka ucapkanlah أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق


2. المزَابِل و القُمامات وأماكن تواجد الطعام عموما Tempat sampah dan tempat yang ada makanan

3. دورات المياه و دور الخلاء
Daurotul Miyah / Tandas dan tempat berwudhu

إِنَّ هَذِهِ الْحُشُوشَ مُحْتَضَرَةٌ ، فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
” Sesungguhnya tempat-tempat buang hajat ini dihadiri (oleh para setan, pen), maka jika salah seorang dari kalian hendak masuk kamar mandi (WC), ucapkanlah “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan setan perempuan.”

4. الشُقوقُ و الجُحور و الكهوف
Tanah-tanah yang retak, lubang-lubang. Kecuali lubang WC

5. يسكنون مع الناس في بيوتهم وهم يسمون بالعَوَامِر
Tinggal bersama manusia di rumah2, yg disebut awamir atau amiroh. Kalau tak ada manusia maka jin ini pergi. Biasanya tinggal di atap. Kalo makan maka jin ini akan turun bersama. Makanya kita gk perlu takut sama jin. Tapi jangan di tantang2. Jin itu seperti anak kecil yg suka usil, kalo di tantang kemudian dia ngerjai kita repot kita.

6. أعطــان الإبل
Kandang Onta

صَلُّوا فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ وَلاَ تُصَلُّوا فِى أَعْطَانِ الإِبِلِ فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الشَّيَاطِينِ
Shalatlah kalian di tempat peristirahatan (kandang) kambing dan janganlah kalian shalat di tempat peristirahatan (kandang) unta karena sesungguhnya unta itu diciptakan dari syaitan.” (HR. Ahmad (4/85), Ibnu Majah (769) dan Ibnu Hibban (5657) dan selainnya).

7. الأماكن المهجورة
Tempat-tempat yg telah di tinggal tuannya/tempat yg sudah tidak di huni, rumah pos kamling dsb

8. المقـــابر Kuburan
الأَرْضُ كُلُّهَــــا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّــــامَ
Permukaan bumi itu semuanya masjid (bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali pekuburan dan kamar mandi.” (HR. Ahmad (3/83), Abu Daud (492), Tirmidzi (317), Ibnu Hibban (1699), Al Hakim (1/251) serta yang lainnya)

9. الأســـــواق Pasar-pasar

لا تكونَنَّ إنِ استطعتَ أوَّلُ مَن يدخلُ السوقَ وَلاَ آخرُ منْ يخرُجُ مِنْهَا فإنها معركةُ الشيطان وبها يَنْصبُ رَايَتَهُ 
Jika engkau mampu ja nganlah engkau menjadi orang pertama yang masuk pasar dan jangan pula menjadi orang paling terakhir yang keluar dari pasar karena pasar itu adalah tempat peperangan para syaitan dan disanalah ditancapkan benderanya.”
Doa masuk pasar:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ



Waktu Kerja Syaitan
لا ترسلوا فوآشِيكُم وصِبْيَانَكُمْ إذا غابَتِ الشَمْسُ حتَّى تذهبَ فَحْمَةُ العَشَاء, فإن الشياطينَ تَنْبَعِثُ إذا غابتِ الشَّمْسُ حتَّى تذهبَ فَحْمَةُ العَشَاء
Janganlah kalian melepaskan binatang peliharaan dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sehingga hitam legammnya sore hari betul-betul hilang, karena setan-setan berkeliaran ketika matahari terbenam sampai saat dimana hitam legamnya sore hilang (sampai waktu malam tiba)" (HR. Muslim).
عن جابر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا كان جنح الليل—أو أمسيتم—فكفوا صبيانكم فإن الشيطان تنتشر حينئذ, فإذا ذهب ساعة من الليل فحلوهم, وأغلقوا الأبواب واذكروااسم الله فإن الشيطان لا يفتح بابا مغلقا, وأوكوا قربكم واذكروااسم الله, و خمروا آنيتكم واذكروا اسم الله ولو أن تعرضوا عليها شيئا, وأطفئوا مصابيحكم)) [رواه البخارى ومسلم
Artinya: "Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: "Apabila sore hari menjelang malam tiba, tahanlah (di dalam rumah) anak-anak kecil kalian, karena pada saat itu setan berkeliaran. Apabila permulaan malam sudah tiba, diamkanlah anak-anak kalian di dalam rumah, tutuplah pintu-pintu (termasuk jendela) kalian dengan terlebih dahulu menyebut nama Allah karena setan tidak akan dapat membuka pintu yang terkunci dengan menyebut nama Allah sebelumnya, dan ikatlah kendi-kendi air kalian (qirab adalah jama dari qurbah yakni tempat air yang terbuat dari kulit dan di ujungnya biasa diikat dengan tali untuk menghalangi kotoran masuk) sambil menyebut nama Allah, tutuplah bejana-bejana atau wadah-wadah kalian sambil menyebut nama Allah meskipun hanya ditutup dengan sesuatu alakadarnya dan matikanlah lampu-lampu kalian (kalau mau tidur)" (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits di atas Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menganjurkan lima hal ketika sore hari menjelang malam tiba. Yakni menyuruh masuk dan diam anak-anak, menutup pintu, karena dengan demikian, setan tidak akan mengganggu anak tersebut juga setan tidak akan bisa masuk ke dalam rumah yang sudah terkunci dengan menyebut nama Allah sebelumnya, mengikat tempat air, menutup bejana dan wadah-wadah, karena setan juga tidak akan bisa membuka tempat air dan bijana yang disebutkan nama Allah sebelumnya, dan matikanlah lampu apabila menjelang tidur.

Untuk yang kelima, yakni matikan lampu sebelum tidur karena dengan demikian, kita akan terhindar dari bahaya kebakaran yang seringkali dilakukan setan. Setan seringkali bermaksud untuk membakar rumah dan penghuninya dengan jalan menyerupai seekor tikus lalu menubruk tempat lampu tersebut sehingga api bisa menjalar. Untuk itu Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menganjurkan agar lampu dimatikan sebelum tidur. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:
عن ابن عباس قال: ((جاءت فأرة فجرت الفتيلة فألقتها بين يدي النبي صلى الله عليه وسلم على الخمرة التى كان قاعدا عليها فأحرقت منها مثل موضع الدرهم, فقال النبي صلى الله عليه وسلم: ((إذا نمتم فأطفئوا سرجكم, فإن الشيطان يدل مثل هذه (الفأرة) على هذا (السراج) فيحرقكم)) [رواه أبو داود بسند صحيح].
Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Suatu hari seekor tikus datang menyeret kain yang dipintal kemudian dilemparkan ke hadapan Rasulullah Saw yang sedang duduk di atas tikar. Kemudian kain dipintal yang dibawa tikus tadi terbakar persis sebesar uang dirham. Rasulullah Saw Kemudian bersabda: "Apabila kalian tidur, matikanlah lampunya, karena syaithan seringkali berwujud seekor tikus yang membawa sesuatu (yang mudah dibakar) yang ditujukkan ke lampu tersebut sehingga dapat membakar kalian" (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih).


Cara menanggulangi Gangguan Jin dan Syaitan
Ta’awudz sebelum memasuki rumah baru / tempat baru
Ta’awudz ketika kita terkena gangguan.
Ta’awudz ketika mimpi buruk
Ta’awudz sebelum berhubungan suami istri
Ta’awudz sebelum masuk tandas


Gangguan Jin
Gangguan jin sangat banyak sekali, ada yang massun kulluh kesurupan keseluruhan artinya dia tidak sadar secara keseluruhan. Ada yg massun juz’i kesurupan separuh, seperti anggota badan yang sakit, makanya ketika ada anggota badan yang sakit maka dibacakan bismillah 3x أعوذ بالله وقدرتة من شر ما أجد وأحاذر. Ada yang massun daaimun kesurupan terus menerus, seperti orang gila. Ada juga massun tooifun artinya orang itu di buat kaget-kaget, kadang-kadang kumat dan kadang-kadang sembuh.

Tanda-tanda kesurupan
1. Secara umum jin akan gemetar jika di kumandangkan adzan dan dibacakan ayat suci Al Qur’an.
2. Senang Uzlah (bersendiri)
3. Pusing/Pening yang tak sembuh-sembuh
4. Malas untuk melakukan kegiatan dan tidak senang rapi/kemas
5. Kesurupan dan kejang2, seperti orang sakit ayan.
6. Tidak menjaga kebersihan

Tanda-tanda pada tidur
1. Melihat orang aneh, jelek atau orang-orang yang sudah meninggal
2. Mimpinya membuatnya takut. Sehingga kadang takut tidur karena takut nanti akan bermimpi
3. Suka tertawa berlebihan. Saat diam dia akan diam sekali. Tertawa pada waktu tidur.

Tanda-tanda dalam keseharian
Pemarah yang sangat, ketakutan yang sangat, gembira yang sangat, lalai yang sangat, senang mengikuti syahwat dan Suka menyakiti orang lain.

Sebab Kesurupan atau di ganggu Jin
1. Ujian dari Allah (Penyakit, kurangnya rezeki dan gangguan mahluk)

2. Uquubatun minallah, sanksi/siksa dari Allah akibat kemaksiatan yg dilakukan
Az Zukhruf 36
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

3. Karena Asmara (Jin Mahabbah)

4. Karena sebab Pembalasan atau balas dendam

5. Hanya iseng/usil yang di lakukan oleh jin, usil.

6. Jin yang dikirim oleh tukang sihir.


Mengobati Kesurupan
Tiada obat yang paling mujarab kecuali Al Qur’an

Syarat Mengobati Orang
Tidak semua orang dengan gampang mengusir jin, mengusir setan, walaupun mengusir jin dan setan bukan keahlian orang-orang tertentu saja. Beda halnya dengan dunia perdukunan atau tukang sihir. Bahkan kita semua bisa menyembuhkan mengeluarkan jin dari tubuh manusia bahkan pengobatan terbaik adalah diri kita sendiri.
Cuma terkadang ada orang yang lengkap persyaratannya ada yang kurang persyaratannya bahkan di antara orang ada yang sama sekali tidak ada persyaratan untuk bisa menyembuhkan sehingga doa yg di bacakan tumpul tidak mustajab.

Adapun syaratnya sebagai berikut:
1. Khusnul I’tiqod, memiliki aqidah yg kuat. Kalau ada yg aqidah/tauhid lemah yg mampu menyembuhkan maka ketahuilah maka dia adalah bomoh walaupun lebelnya adalah kiyai atau ulama.
Makanya kami paling malas menyembuhkan orang yg keluarganya tidak siap aqidah, tidak siap terkondisikan islam di rumah. Kita sedang menyembuhkan dan keluarganya sdg bermaksiat.
2. Ikhlas karena Allah
3. Ta’at kepada Allah
4. Harus disertai mahrom dan tertutup aurot. Makanya syeikh At Toyyar tidak menganjurkan kepada yang belum menikah untuk meruqyah
5. Hendaknya seorang peruqyah menjaga bersuci dari hadas kecil maupun besar
6. Hendaknya ar rooqiy mendiagnosa sebelum meruqyah
7. Amanah (kalau melihat gejala-gejala atau aib tidak mudah menceritakan pada orang lain)

Syarat orang yang di ruqyah
1. Meyakini bahwa manfaat dan mudharat datangnya dari Allah. Jangan meyakini bahwa kesembuhan datangnya dari peruqyah. Makanya beberapa ulama seperti DR. At Toyyar dan Abd Aziz Bin Baz mengatakan tidak afdol orang membuka biro ruqyah. Karena di khawatirkan akan menimbulkan persaingan diantara klinik ruqyah dan berlebih-lebihan dalam mengambil upah serta adanya claim klinik ruqyah ini yang bagus dan klinik ruqyah lain tidak bagus
2. Yakin Bahwa Allah yg menyembuhkan
3. Ta’at kepada Allah

S I H I R
Untuk membedakan antara kiyai dukun para normal dan oaring pintar dengan pengobatan ruqyah maka paling tidak ada tiga belas pembeda. Diantara ciri-ciri tukang sihir :
1. Awalnya menanyakan nama dia dan nama ibunya sambil komat kamit
2. Meminta bekas yang di pakaiannya, sapu tangan, baju, kopiah, kaos dalam atau bra wanita
3. Menyembelih hewan tertentu, ayam, kambing dll (dengan alasan memindahkan penyakit)
4. Darah hewan di percik-percik / usap-usapkan ke pasien
5. Menulis tsalatsim, yaitu isim-isim atau wakaf. Atau di sebut dengan bahasa kita adalah raja.
Raja untuk sakit, pagar badan, penglaris, menjaga kehamilan,
6. Walaupun di awal membaca bismillah tapi setelahnya membaca mantra-mantra yang tidak jelas
7. Memberikan isim / hijab / jimat / kertas kepada pasien atau dompet, sabuk atau yg lainnya untuk di bawa kemana-mana
8. Memerintahkan pasien untuk menyendiri di suatu ruangan yang jauh dari sinar.
Melarang pasien untuk mandi dalam beberapa waktu
9. Memberikan pasien sesuatu untuk ditanam di depan rumah. Atau menyembelih kaki dan kepala hewan kemudian di tanam di tengah rumah
10. Memberikan pasien kertas-kertas yang telah di bacakan mantra yang telah panggang pada kemenyan atau kayu gaharu
11. Komat kamit gouru mafhum
12. Mampu menebak sebagian tentang pribadi kita
13. Dibekali raja-raja yang di tulis di badan, punggung atau tempat yag sakit.










Jumat, 09 Desember 2011

Tanda Kiamat Di Tepi Ka'bah

Menara Jam DiRaja Mekah: Tanda Kiamat Di Tepi Kaabah

"Apabila melihat pembangunan yang sangat hebat di sekitar Mekah, saya terfikir: ‘Apa agaknya kata Nabi Ibrahim melihat pembangunan sehebat itu. Ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim meletakkan Ismail dan Hajar di lembah yang tiada tumbuh-tumbuhan, tanam-tanaman dan binaan,

juga ketika Allah memerintahkan Baginda berdua membina Kaabah dan menyeru manusia mengerjakan haji, Nabi Ibrahim taat sahaja walaupun di fikiran mungkin tertanya-tanya siapakah yang mendengar seruannya dan apakah yang bakal berlaku di Mekah ribuan tahun kemudian.


Saya juga teringat dengan jawapan Nabi Muhammad SAW kepada Jibril yang berupa sebagai lelaki segak dalam hadis Islam, Iman, Ihsan ketika Jibril bertanya Nabi tentang Kiamat. Lantas Nabi hanya menyebutkan tanda-tanda Kiamat kerana hanya Allah Yang Maha Mengetahui bila berlakunya Kiamat. Yang menarik dari pelbagai tanda Kiamat itu-kecil dan besarnya, Nabi Muhammad SAW menyebut:

‘..apabila engkau melihat orang yang tidak berkasut, tidak berpakaian, miskin, pengembala kambing berbangga-banga menegak dan meninggikan bangunan.’ SubhanAllah! Nabi sebut satu tanda Kiamat dalam keadaan Mekah masih terlalu daif dan naif fizikalnya. Itulah mukjizat. Itulah tanda Kiamat. Dan itulah yang bakal kita lihat.

Saya juga menerima komen di bawah dari pengunjung portal saya berkenaan artikel ringkas di atas (Fakta benar/salah sila pastikan semula):

1. Dalil secara Qati’ (putus-tidak boleh dipertikai) untuk menyokong dan membenarkan bahawa Makkah al-Mukarramah adalah ‘Pusat Bumi’ seperti yang terkandung di dalam kitab-kitab Samawi spt Taurat, Zabur, Injil dan al-Quran. Diikuti pula ilmu sains,astronomi dan geografi sebagai kajian dan resolusi kebenaran fakta tersebut. As-Syura:8 |Al-An’am:92

2. Menyatakan bahawa Makkah al-Mukarramah adalah sebagai ‘Tarikan Magnet Radiasi’ untuk Bumi. Bermakna tenaga semulajadi untuk jasad manusia boleh ditambah dan diperolehi dengan cara bersujud secara bersolat. Untuk mendapat cas tenaga ini, ciri sujud tersebut perlu betul,

selaras dan bertepatan menghadap Ka’bah sebagai ‘Kiblat Pusat Bumi’. Untuk menetapkan Makkah sebagai ‘Kiblat Pusat Bumi’, penetapan serta persepakatan dari segi keadaan muka bumi, waktu dan masa yang betul perlu diseragamkan dan dipusatkan di sini. Maka, Makkah al-Mukarramah bukan sahaja pusat tarikan Magnet radiasi, tetapi ia juga merupakan tarikan ‘RUH’ umat Islam untuk melaksanakan amal ibadat.

3. Menyangkal fakta barat yang menyatakan bahawa permukaan bumi ini adalah 360 darjah. Sebenarnya ia adalah 390 darjah berdasarkan ukuran dari ‘Pusat Bumi Makkah’. Ukuran 390 darjah ini adalah lebih tepat berdasarkan persepakatan ahli di dalam bidang astronomi dan geografi Islam.

4. Mengukuhkan fakta yang menyatakan bahawa Ka’bah, masjid al-Quds dan masjid Nabawi adalah terletak di satu garisan geografi yang sama bermula dari Makkah dan berakhir di al-Quds al-Syarif. Berbeza dengan padangan yang sebaliknya.

Maka, umat Islam di Palestin secara khususnya menghadap ke kiblat secara berhadapan terus ke arahnya tanpa perlu condong ke mana-mana arah. Begitu juga arah kiblat mereka juga terus menembusi ke arah masjid Nabawi, di Madinah al-Munawwarah. Ketiga-tiga masjid ini adalah merupakan saranan nabi Muhammad s.a.w untuk menziarahinya kerana keberkatan yang ada padanya.

5. Menyatukan dan memudahkan urusan waktu dan masa bagi ibadat HAJI, tahun HIJRAH dan sambutan hari kebesaran di dalam bulan Islam khususnya hari wukuf di Arafah yang sering menjadi perselisihan setiap tahun di Malaysia sekiranya menggunakan sistem GMT. Berbeza dengan sistem ‘Waktu Muslim Sedunia’ ini. Segalanya lebih baik dan tersusun.

6. Membina ‘JIHAD’ dan ‘KESATUAN’ umat Islam sedunia dari segi fikrah ‘MASA dan IBADAT’ dengan kewujudan ‘Waktu Antarabangsa Makkah’ bagi negara-negara Islam khususnya dan negara non-muslim secara amnya.

Secara simboliknya, sistem Greenwich Mean Time (Waktu Min Greenwich) ini tidak lagi relevan dan sesuai diguna pakai di negara-negara Islam kerana banyak kelemahan dan ketidakserasian waktu dan masa untuk umat Islam.

7. Menyatakan bahawa GMT yang diasaskan oleh penjajah British ini adalah merupakan penyata garisan secara sangkaan salah mereka tanpa fakta dan kajian yang benar. Hal ini berlaku sewaktu penjajahan mereka di seluruh dunia pada tahun 1884 dengan menetapkan waktu di setiap negara-negara jajahan mereka adalah berdasarkan waktu dan masa di Britain. Ia bertujuan untuk memudahkan urusan pentadbiran dan pengurusan politik mereka dengan negara-negara tersebut.

Oleh itu, garisan panjang permukaan bumi Makkah bertepatan dengan garisan utara Magnet iaitu bersamaan ‘0′ darjah berbeza dengan penyelewengan yang telah ditetapkan oleh mereka berkenaan GMT iaitu dengan purata 8.5 darjah. Begitu juga di negara-negara selain Britain, sama ada ia berlaku penambahan atau pengurangan ukuran darjah permukaan bumi.

Ini menyebabkan ketidakstabilan untuk umat Islam bagi menentukan arah kiblat dengan lebih tepat. Oleh sebab itu, GMT tidak sesuai lagi untuk dijadikan sebagai pegangan ‘MASA dan WAKTU’ penduduk dunia amnya dan negara-negara Islam secara khususnya sebagai pengurusan harian hidup. Bahkan Makkah al-Mukarramah adalah merupakan tumpuan dunia serta fokusnya adalah kepada Ka’bah al-Musyarrafah.

8. Menyahut seruan Allah s.w.t untuk bersatu dan bersistem dalam soal kehidupan manusia berdasarkan wahyunya di dalam al-Quran berkenaan isi kandungan surah al-A’sr (Demi Masa).

Wallahu A’lam.

Design Baju T-Shirt PPI IIUM

Senin, 05 Desember 2011

Membuat “Read More…” atau “Baca Selengkapnya..” di Blogger Baru

Caranya:
  • Login ke blogger.com, pilih blog yang pengen kamu edit, klik link Layout kemudian masuk ke Edit HTML
  • Untuk bisa ngedit template secara keseluruhan, kamu harus centang/tandai/aktifkan Expand Widget Templates
  • Masukkan kode berikut sebelum tag </head> atau tepat sesudah kode } ]]></b:skin> seperti ini:
    <style>
    <b:if cond='data:blog.pageType == "item"'> 
       span.fullpost {display:inline;}
    <b:else/>
       span.fullpost {display:none;} 
    </b:if>
    </style>
    
    
    
  • Selanjutnya mengatur supaya postingan terpotong, cari kode <p><data:post.body/></p> dalam template kamu dan tambahkan kode berikut tepat dibawahnya:
    <b:if cond='data:blog.pageType != "item"'>
    <a expr:href='data:post.url'> Read More..</a>
    </b:if>
    
    
    
  • Nah supaya terpotong, setiap kali kamu posting, klik pada bagian posting dimana kamu pengen tulisan Read More.. muncul, dan ketik <span class="fullpost"> sisa postingan sampai selesai </span>. Untuk menmbahkan kode ini, ketika posting kamu harus dalam mode Edit HTML bukan Compose Contoh penulisan posting:
    Ini adalah awal berita yang ingin saya potong karena terlalu panjang kalo postingan muncul semua, oleh karena itu saya perlu memotong berita sampai disini saja. <span class="fullpost"> Dan ini adalah sisa postingan saya yang akan saya sembunyikan dan hanya muncul pada saat post page atau link read more.. diklik </span>
    Hasil akhir postingan akan seperti ini:
    Ini adalah awal berita yang ingin saya potong karena terlalu panjang kalo postingan muncul semua, oleh karena itu saya perlu memotong berita sampai disini saja.read more..
    Selamat Mencoba!

Minggu, 04 Desember 2011

Keutamaan Puasa ‘Asyura di Bulan Muharram


Berdasarkanbeberapa hadits ditemukan anjuran Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kepada ummat Islam agar melaksanakan puasa di tanggal sepuluh bulan Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram biasa disebut Yaum ’Aasyuura (Hari kesepuluh bulan Muharram).

Suatu ketika Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ’Asyuura. Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Merekapun menjelaskan bahwa hal itu untuk memperingati hari dimana Allah telah menolong Nabi Musa bersama kaumnya dari kejaran Fir’aun dan balatentaranya. Bahkan pada hari itu pula Allah telah menenggelamkan Fir’aun sebagai akibat kezalimannya terhadap Bani Israil. Mendengar penjelasan itu maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam-pun menyatakan bahwa ummat Islam jauh lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa. Maka beliau-pun menganjurkan kaum muslimin agar berpuasa pada hari ’Asyuura.

 أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ


Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam tiba di Madinah mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyuura. Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Hari apakah ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka (kaum Yahudi) menjawab: ”Ini adalah hari agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun beserta kaumnya, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan syukur sehingga kamipun berpuasa.” Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Kami (kaum Muslimin) lebih berhak atas Musa daripada kalian (kaum Yahudi). Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam-pun berpuasa dan menyuruh (kaum muslimin) berpuasa.” (HR Muslim)



Bahkan dalam hadits lainnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam digambarkan sebagai sangat mengutamakan puasa pada hari ke sepuluh bulan Muharram tersebut. Sahabat Ibnu Abbas meriwayatkan kesaksiannya sebagai berikut:

سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَسُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَ يَوْمًا يَطْلُبُ فَضْلَهُ عَلَى الْأَيَّامِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ وَلَا شَهْرًا إِلَّا هَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي رَمَضَانَ

Ibnu Abbas berkata: “Aku tidak tahu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memperhatikan puasa satu hari yang lebih diutamakannya atas yang lainnya selain hari ini (Hari ’Asyuura) dan bulan ini, maksudnya bulan Ramadhan.” (HR Bukhary dan Muslim) 

Lalu apakah fadhillah (keutamaan) berpuasa pada hari ’Asyuura ini? Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam berdoa kepada Allah agar semoga barangsiapa yang berpuasa ’Asyuura Allah ampuni dosanya selama satu tahun yang telah berlalu.

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Puasa hari ‘Asyuura, saya memohon kepada Allah agar menjadikannya sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR Muslim)

Berarti puasa Muharram sangatlah bermanfaat bagi siapapun yang sadar bahwa dirinya tidak luput dari dosa dan kesalahan. Tentulah setiap orang bertaqwa gemar memperoleh ampunan Allah. Sebab demikianlah Allah sediakan bagi orang-orang bertaqwa, yaitu ampunan dan surga seluas langit dan bumi.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ

عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)

Untuk tahun ini jika tanggal satu Muharram 1431 Hijriyyah jatuh pada hari Jum’at 18 Desember 2009, berarti hari ’Asyuura insya Allah bertepatan dengan hari Ahad tanggal 27 Desember 2009. Semoga Allah kuatkan, izinkan dan berkahi kita semua untuk melaksanakan puasa ’Asyuura tahun ini. Amin ya Rabb.

Namun demikian perlu selalu diingat bahwa betapapun anjuran Nabi shollallahu ’alaih wa sallam akan keutamaan puasa ’Asyuura hukumnya tetap sunnah artinya tidak wajib dikerjakan. Itulah sebabnya kita juga dapati adanya hadits dimana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyerahkan kepada kita apakah ingin berpuasa atau tidak pada hari ’Asyuura tersebut. Wallahu a’lam bish-showwaab.

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ

رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ

إِنَّ هَذَا يَوْمٌ كَانَ يَصُومُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ

فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ

وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَا يَصُومُهُ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ صِيَامَهُ

Abdullah bin Umar mendengar Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda mengenai hari ‘Asyuura: “Ini merupakan hari dimana kaum jahiliyyah biasa berpuasa. Maka barangsiapa yang suka silahkan ia berpuasa. Dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya, maka tinggalkanlah.” Dan Abdullah tidak berpuasa padanya kecuali bertepatan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam berpuasa padanya. (HR Muslim) 


Kajian Islamiyah dan Donor Darah

Linkwithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...