Ustadz Fadzlan Garamatan, dai yang juga sudah malang melintang dakwah di pedalaman Nuu Waar memang tidak hadir saat penjemputan. Beliau sengaja menunggu kedatangan tamu istimewa ini di posko.
Betul saja, setibanya rombongan tamu dan penjemput di posko, Ustadz Fadzlan sudah menanti kehadiran mereka. (Untuk kali ini, jujur nih, saya tidak berada di sana. Sebab, dari bandara saya lansung pulang ke rumah. Tulisan ini saya buat berdasarkan cerita saja. Tapi gak apa-apa ya, semoga tidak mengurangi apa pun).
Tim hadrat pun kembali menyusun iramanya, sambil berbaris bak menyambut sang raja. Betul kan, tamu itu kan raja. Walhasil, perumahan di mana posko AFKN berada menjadi ramai dengan suara-suara yang keluar dari rebana. Kegembiraan menyambut kepala suku ini, seperti kami menyambut saudara lama yang tak pernah berjumpa. Demikian juga dengan Ustadz Fadzlan yang sudah sejak tadi menanti di depan posko yang juga menjadi tempat tinggal beliau dan keluarga.
Ternyata,
bapak kepala suku ini pun telah menyiapkan “hadiah” untuk Ustadz Fadzlan. Setelah mereka saling menjabat tangan dan berpelukan, bapak kepala suku langsung memakaikan topi khas suku asmat, tas kecil di kaitkan di leher, dan ikat pinggang yang juga khas suku asmat. Semua hadiah itu terbuat dari anyaman yang khusus dibuat oleh kepala suku. Hadiah lain yang juga diberikan kepala suku itu berupa ukiran kayu yang terdapat lambang AFKN dan di bawahnya bertuliskan “AFKN ASMAT”.
Bagi Ustadz Fadzlan ini hadiah istimewa, serta menyiratkan pesan yang sangat berharga. Terlebih setelah bapak kepala suku itu menyampaikan ucapan terima kasih, dan secara langsung Ustadz Fadzlan diangkat sebagai bagian dari suku asmat. Dan yang lebih penting lagi, kepala suku ini menyerahkan suku asmat untuk disirami dengan dakwah Islam. Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…. Sungguh mereka haus akan ruhani, mereka mendamba cahaya-Mu. Ya Allah sirami mereka dengan hidayah-Mu. Jadikan mereka sebagai pembela-pembela agama-Mu.
Bagi Ustadz Fadzlan, ini tawaran yang menantang. Dalam perjumpaan saya dengan Ustadz Fadzlan keesokannya (16/2), Ustadz Fadzlan berujar, “Kita harus segera masuk ke Asmat.” Ada gelora semangat saat ia mengatakan itu. Semangat seorang putra yang lahir dari tanah Irian. Semangat membawa saudaranya untuk kembali kepada Islam, dan merubah wajah Irian.
Wajah Irian TANPA perang antar suku, TANPA konflik, TANPA kecemburuan sosial, TANPA ketelanjangan, TANPA ketertinggalan, TANPA kebodohan. Diganti dengan wajah Irian yang penuh persaudaraan, kerukunan, saling menghargai dan membantu, kemajuan, dan kecerdasan. Wajah yang dinaungi dengan cahaya Islam dan dalam naungan kalimat Laa Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah. Doakan kami, Saudaraku.*
Betul saja, setibanya rombongan tamu dan penjemput di posko, Ustadz Fadzlan sudah menanti kehadiran mereka. (Untuk kali ini, jujur nih, saya tidak berada di sana. Sebab, dari bandara saya lansung pulang ke rumah. Tulisan ini saya buat berdasarkan cerita saja. Tapi gak apa-apa ya, semoga tidak mengurangi apa pun).
Tim hadrat pun kembali menyusun iramanya, sambil berbaris bak menyambut sang raja. Betul kan, tamu itu kan raja. Walhasil, perumahan di mana posko AFKN berada menjadi ramai dengan suara-suara yang keluar dari rebana. Kegembiraan menyambut kepala suku ini, seperti kami menyambut saudara lama yang tak pernah berjumpa. Demikian juga dengan Ustadz Fadzlan yang sudah sejak tadi menanti di depan posko yang juga menjadi tempat tinggal beliau dan keluarga.
Ternyata,
bapak kepala suku ini pun telah menyiapkan “hadiah” untuk Ustadz Fadzlan. Setelah mereka saling menjabat tangan dan berpelukan, bapak kepala suku langsung memakaikan topi khas suku asmat, tas kecil di kaitkan di leher, dan ikat pinggang yang juga khas suku asmat. Semua hadiah itu terbuat dari anyaman yang khusus dibuat oleh kepala suku. Hadiah lain yang juga diberikan kepala suku itu berupa ukiran kayu yang terdapat lambang AFKN dan di bawahnya bertuliskan “AFKN ASMAT”.
Bagi Ustadz Fadzlan ini hadiah istimewa, serta menyiratkan pesan yang sangat berharga. Terlebih setelah bapak kepala suku itu menyampaikan ucapan terima kasih, dan secara langsung Ustadz Fadzlan diangkat sebagai bagian dari suku asmat. Dan yang lebih penting lagi, kepala suku ini menyerahkan suku asmat untuk disirami dengan dakwah Islam. Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…. Sungguh mereka haus akan ruhani, mereka mendamba cahaya-Mu. Ya Allah sirami mereka dengan hidayah-Mu. Jadikan mereka sebagai pembela-pembela agama-Mu.
Bagi Ustadz Fadzlan, ini tawaran yang menantang. Dalam perjumpaan saya dengan Ustadz Fadzlan keesokannya (16/2), Ustadz Fadzlan berujar, “Kita harus segera masuk ke Asmat.” Ada gelora semangat saat ia mengatakan itu. Semangat seorang putra yang lahir dari tanah Irian. Semangat membawa saudaranya untuk kembali kepada Islam, dan merubah wajah Irian.
Wajah Irian TANPA perang antar suku, TANPA konflik, TANPA kecemburuan sosial, TANPA ketelanjangan, TANPA ketertinggalan, TANPA kebodohan. Diganti dengan wajah Irian yang penuh persaudaraan, kerukunan, saling menghargai dan membantu, kemajuan, dan kecerdasan. Wajah yang dinaungi dengan cahaya Islam dan dalam naungan kalimat Laa Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah. Doakan kami, Saudaraku.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment