Selasa, 28 Februari 2012

Woukouf, Pengobatan Unik dari Irian Jaya

Seorang lelaki muda, sebut saja namanya Bembi. Telah tujuh tahun ini, ia telah berhasil lepas dari jeratan narkoba. Namun meski sudah tidak lagi menggunakan barang haram itu, Bembi merasakan efek negatif pada tubuhnya. Ia merasa sangat sulit, bahkan tidak bisa tidur. Berbagai pengobatan telah ia coba, hanya untuk bisa tidur. Tetapi hasilnya selalu nihil.

Beberapa waktu lalu, berdasarkan informasi dari kerabatnya, Bembi datang ke sebuah klinik di daerah Bekasi Timur, Jawa Barat. Namanya Rumah Sehat Nuu Waar (RSNW). Klinik yang menyewa rumah seluas 90 meter persegi ini menawarkan pengobatan bernama Woukouf. Awalnya ia mengaku ragu menjalani pengobatan tersebut. Sang terapis, Fadzlan mengatakan, “Kami memang tidak kuasa untuk menyembuhkan, hanya Allah saja. Terserah kepada Anda.”

Akhirnya Bembi siap mencoba. Tim terapis lalu bergerak menangani Bembi. Di klinik ini, woukouf penanganan terakhir, sebelumnya pasien akan di bekam dan akupuntur (tusuk jarum). Ternyata benar, Bembi mengaku setelah usai woukouf, ia merasakan mengantuk yang luar biasa. Tubuhnya lebih rileks, dan tidak berapa lama Bembi tidur di klinik itu.

Tidak hanya Bembi

yang merasakan khasiat Woukouf. Ibu Darwis, wanita asal Sorong, Irian Jaya pun demikian. Ia merasakan penyakit asma yang lama di deritanya kini telah hilang. Tentu saja atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Asli dari Irian Jaya

Tak banyak orang tahu tentang pengobatan Woukouf ini. Maklum saja, pengobatan yang nyaris mirip dengan spa tradisional ini berasal dari negeri paling timur Indonesia, Irian Jaya. Konon, menurut Fadzlan Garamatan, pemilik klinik tersebut, Woukouf merupakan tradisi pengobatan yang biasa dilakukan oleh raja-raja Nuu Waar (Demikian Fadzlan menyebut Irian Jaya).

Woukouf berasal dari 2 kata, yaitu “Wou” yang berarti pembersihan dengan uap panas dan “Kouf” artinya badan. Dari arti tersebut, Fadzlan mengatakan, “Pengobatan Woukouf merupakan pengobatan tubuh yang dibersihkan dengan menggunakan uap panas.” Sehingga kotoran yang ada dalam tubuh, tambah Fadzlan, akan keluar melalui keringat pasien.

Teknis pengobatan ini, Abdurrahman, terapis asal Teluk Bintuni, Irian Jaya ini menjelaskan. Setelah dilakukan diagnosa, pasien akan menjalani terapi bekam, akupuntur, dan kiropraktik. Setelah itu selesai, barulah pasien melakukan woukouf. Pasien masuk ke ruangan berukuran 150 cm x 90 cm, sementara tingginya sekitar 170 cm. Pasien harus masuk ke ruangan kecil yang dindingnya berasal dari tikar pandan tersebut. Setelah pasien masuk, panci besar akan dimasukan ke dalam ruangan. Setelah tutup panci dibuka, uap panas dari dalam panci itu akan keluar, sementara ruangan itu ditutup rapat. Pasien hanya diminta untuk mengaduk isi panci itu berkali-kali, sehingga uap yang tersimpan di dalam panci itu keluar maksimal.

Menurut Abdurrahman, panci besar itu berisi 17 jenis ramuan herba yang sudah dimasak bersama air hingga mendidih. Dari jumlah itu, enam macam herba bisa didapat dengan mudah, seperti: daun pandan, daun sereh, daun jeruk, daun mengkudu, pelepah pisang, dan naun sirsak. Sementara itu 11 herba jenis lainnya, didatangkan langsung dari tanah Irian. Herba itu berasal dari beberapa jenis tanaman dan kulit kayu yang dipercaya bisa digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, lalu semuanya digiling hingga halus hingga menjadi serbuk. Selanjutnya, semua jenis herba itu dimasak secara bersamaan. Ramuan dan ruangan tertutup itulah prosesi pengobatan Woukouf.

Selama di dalam ruangan, terapis yang berada di luar membimbing pasien untuk melakukan gerakan. “Fungsinya agar uap tersebut, dapat maksimal masuk ke tubuh, baik melalui hidung maupun pori-pori kulit,” kata pria yang biasa disapa Rahman. Biasanya, pasien menjalani terapi ini selama 30 menit. “Bisa juga lebih dari 30 menit, tergantung kekuatan pasien berada di dalam ruangan,” kata Rahman.

Uap yang berasal dari herba-herba itu, jika dihirup oleh pasien akan berkhasiat meningkatkan imunitas tubuh, mengeluarkan toksid, memulihkan stamina, memperlancar peredaran darah, memulihkan pernafasan, menghilangkan asma, tubuh menjadi segar, tidur menjadi berkualitas, mempercantik wajah, mengencangkan kulit, lemah sahwat, dan lain- lainya.

Setelah selesai, pasien yang hanya menggunakan sarung itu akan diberikan sebotol air mineral dan handuk. “Air mineral ini fungsinya untuk mengganti cairan yang keluar dalam tubuh, jangan sampai pasien mengalami dehidrasi. Sementara handuk itu gunanya mengusap kotoran yang keluar bersama keringat,” terang Rahman. Berdasarkan pengamatan Suara Hidayatullah, setiap pasien yang keluar dari ruangan itu terlihat seperti habis mandi.

Akbar, salah satu pasien mengaku, setiap habis menjalani Woukouf ia merasakan segar. Meski tidak menderita sakit apa-apa, Akbar kerap menjalani terapi Woukouf sekali seminggu. “Ya biar kulit terlihat bersih saja,” katanya. Bahkan, kata Rahman, pernah ada seorang dokter yang terlihat lelah datang ke klinik untuk melakukan Woukouf sekitar pukul 8 malam. Usai Woukouf ia minta izin untuk berbaring di salah satu ruangan karena merasa mengantuk. “Ternyata dokter itu tidur baru terbangun saat adzan shalat Subuh berkumandang,” aku Rahman.

Turun - Temurun
Pada zaman dahulu, raja-raja Nuu Waar biasa mengunakan besi panas kemudian ditempelkan di tempat yang sakit. Tetapi pengobatan ini bila dilakukan oleh kita yang tidak professional maka akan menjadi fitnah untuk dakwah Rasulullah Saw. Pertanyaannya, mengapa Rasulullah penyembuhkan penyakit mengunakan besi panas. Akhirnya Rasulullah Saw, mengatakan penyembuhan mengunakan metode seperti ini dilarangnya. ” Kata Uztadz Fadzlan yang mendapatkan ilmu pengobatan ini dari surat wasiat ibu tercinta bernama Siti Rukiah Binti Ismail Ibnu Muhammad Iribaram, sebelum sang ibu meninggal dunia. Surat Wasiat tersebut berisikan tentang 72 macam racikan obat herbal atau resep pengobatan taradisional dari tanah Papua.

Kemudian para raja Nuu Waar mentadaburi kembali, bahwa woukouf dengan seperti cara pertama pembakaran besi tetapi besi panas tersebut dbungkus dengan rempah-rempah ramuan. Lalu di letakkan di tempat yang sakit. Artinya besi panas tersebut tidak langsung mengenai badan, tetapi ramuan-ramuan ini yang langsung mengenai tubuh yang sakit.

Hal pengobatan ini para raja lakukan terus-menerus, dan seiring perkembangan zaman maka mereka meruba pengobatan ini dengan cara uap. Ramuan-ramuan tersebut tidak lagi dibungkus dengan besi panas, melainkan kini mengunakan wadah panci. Kemudian direbus mengunakan kayu bakar dengan mengunakan 17 rempah dari tanah papua, lalu uapnya dihirup oleh si pasien. *Ahmad Damanik/Suara Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment

Linkwithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...